Kirab Merti Desa Badran, Pelestarian Budaya dan Media Berkarya Warga
Pagi itu udara segar masih begitu terasa ketika saya dan 5 orang kawan berkumpul di lapangan Pancasila, Salatiga untuk menuju desa Badran, Kecamatan Susukan. Motor kami pacu ke arah Ampel dan Jalan Simo, sampai akhirnya masuk ke jalan desa. Tidak banyak aktivitas warga yang terlihat di sepanjang jalan desa yang kami lalui. Setelah bermodalkan GPS dan gunakan penduduk setempat, akhirnya sampailah kami di lokasi yang akan menjadi titik dimulainya kirab budaya Merti Desa.
Di tempat tersebut beberapa orang terlihat sedang merias diri
menyerupai tokoh pewayangan, sementara lainnya menyiapkan lokasi dan
berkoordinasi dengan panitia kirab lainnya. Sembari menunggu peserta kirab
siap, kami disuguhi teh hangat sembari berbincang dengan beberapa warga. Menjelang
pukul 09.00, desa yang tadinya tampak sepi, mulai terlihat lebih
meriah oleh warga dari masing-masing dusun di desa Badran yang menuju panggung
dimulainya kirab budaya merti desa Badran.
Setelah seluruh peserta berkumpul, dimulailah acara kirab budaya
merti desa Badran. Seluruh warga begitu antusias dan terlihat tampil dengan penuh
totalitas, mulai dari anak-anak hingga yang sudah cukup berumur. Pasukan
paskibra menjadi pemimpin barisan kirab, kemudian diikuti oleh tokoh masyarakat
yang berpakaian beskap Jawa. Di belakangnya, terdapat gunungan utama yang dibuat
dari hasil bumi dan diangkut menggunakan mobil pick-up. Esensi dari kirab merti
desa serta gunungan ini sendiri adalah sebagai wujud syukur atas hasil bumi serta
harapan agar warga Badran selalu diberi berkah oleh Tuhan.
Rute kirab dimulai dengan melewati jalan kecil di tengah
rumah-rumah warga yang beberapa diantaranya masih tampak tradisional. Tembok
yang terbuat dari anyaman bambu dan berlantaikan tanah memperkuat kesan bahwa
Badran ini merupakan pedesaan yang masih asri, namun tetap maju dengan budaya
dan kreativitas yang dimiliki warganya. Selanjutnya peserta kirab melewati
tepian kebun jagung yang membuat kirab merti desa Badran makin menarik jika
diabadikan oleh lensa kamera.
Dalam kirab ini beragam kesenian dan kelompok masyarakat turut
serta memeriahkan agenda tahunan desa Badran tersebut. Ada kelompok seni Reog
yang begitu energik tampil di sepanjang rute kirab, ada pula kesenian drumblek
yang setiap pukulannya mampu membangkitkan semangat peserta kirab lainnya. Bahkan
desa Badran juga memiliki Rodat, kesenian khas Kabupaten Semarang yang kini
mulai meredup keberadaannya. Tari Rodat sendiri merupakan seni yang
menggabungkan budaya Jawa dengan nafas Islami, pemain Rodat menyanyikan syair
bahasa Arab maupun Jawa yang disertai dengan tarian-tarian. Di desa Badran,
Rodat ini ditampilkan oleh pria-pria dewasa, sedangkan di daerah lain biasa
ditampilkan oleh kaum wanita juga.
Warga lain tampak begitu bahagia melihat para peserta kirab, sambil sesekali
mengabadikan acara budaya tersebut melalui gawai mereka.
Selain kesenian, dalam kirab budaya Badran ini juga diikuti oleh
ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok tani. Ada pula perwakilan dusun yang
menampilkan kostum-kostum unik dengan tema tertentu, salah satu yang menarik
adalah tema kerukunan beragama, jadi ada peserta yang mengenakan pakaian ustadz
dan lainnya berpakaian ala pendeta. Hal tersebut menggambarkan kondisi desa
Badran yang rukun di tengah perbedaan agama, tema ini menjadi pesan yang begitu
penting di saat kondisi masyarakat Indonesia kini rentan terjadi perpecahan
antarumat beragama.
Namun sayangnya, potensi budaya Kabupaten Semarang seperti kirab budaya Merti Desa Badran ini belum banyak diketahui. Padahal melalui acara semacam ini, selain dapat meningkatkan ekonomi warga sekitar, juga dapat dijadikan sebagai upaya pelestarian tradisi dan budaya yang terdapat di Kabupaten Semarang.
Bagus banget tradisinya ya :)
ReplyDeleteIya mbak meriah bgt, sayangnya blm banyak yg tau
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete