Bersepeda Menyusuri Tepian Sungai Kapuas
Gereja Santo Yosef adalah gereja yang memiliki eksterior ala-ala
Vatikan dan berpadu dengan beberapa ornamen khas suku Dayak. Gereja ini dulunya adalah bangunan Belanda, tapi telah dipugar pada tahun 2011 dan sampai saat ini menjadi gereja termegah di Pontianak.
Daerah
PSP
Photo by tim dokumentasi |
Di tepi jalan daerah PSP terdapat sebuah dinding
yang memiliki relief-relief. Relief disitu menggambarkan kerajaan-kerajaan dan
peristiwa sejarah yang ada di Kalimantan Barat. Bang Herfin menjelaskan di
dinding tersebut terdapat relief yang menceritakan Sultan Hamid, Sultan di
Kasultanan Pontianak yang menciptakan lambang Garuda Pancasila.
SD ini menjadi salah satu tujuan kami karena
bangunannya sudah ada sejak tahun 1902 di masa pemerintahan Belanda yang
sekarang dijadikan cagar budaya oleh dinas pariwisata setempat. Uniknya,
bangunan ini seluruhnya dibuat dari kayu yang katanya malah semakin kuat jika
terkena air. Murid-murid disana pun terbuka dengan kedatangan kami dan ikut
bersama kami mengelilingi sekolah mereka. Menyenangkan sekali rasanya bisa
berinteraksi langsung dengan orang-orang yang ditemui selama perjalanan.
Taman
Kapuas
Photo by tim dokumentasi |
Di taman yang sedang dibenahi ini kami istirahat
sejenak sambil melihat perahu dan kapal yang lalu lalang di sungai Kapuas. Disana juga terdapat ikon kota Pontianak yaitu tugu khatulistiwa versi replika.
Vihara
Bodhisatya Karaniya Metta
Photo by tim dokumentasi |
Vihara ini adalah vihara tertua di kota Pontianak
yang digunakan oleh etnis Tiong Hoa di Pontianak untuk menyembah dewi samudra. Karena kehidupan mereka tidak bisa terlepas dari perairan khususnya
sungai Kapuas.
Pelabuhan tradisional ini
adalah pelabuhan bagi kapal-kapal kayu yang akan mengangkut bahan makanan untuk
didistribusikan ke kampung-kampung. Meskipun sekarang sudah ada jalan darat
yang menghubungkan kedua tepi sungai, tapi aktivitas di pelabuhan ini masih
terus berjalan. Bagi saya yang tinggal di Jawa, keberadaan pelabuhan ini adalah
hal yang unik, karena pelabuhan-pelabuhan di Jawa hanya ada di tepi laut, bukan
tepi sungai.
Keraton
Kasultanan Kadriah Pontianak
Photo by tim dokumentasi |
Untuk menuju ke keraton kami harus melewati jalan kampung di tepi sungai dan melewati tol. Jangan dibayangkan tol ini adalah jalanan panjang, mulus dan berbayar, tol yang dimaksud adalah jembatan yang menghubungkan kedua tepi sungai.
Bangunan keraton memiliki bentuk khas rumah-rumah di Kalimantan, yaitu rumah panggung dua lantai yang terbuat dari kayu. Lantai pertama adalah ruangan inti yang berisi berbagai benda dan dokumentasi pihak keraton sedangkan lantai dua adalah semacam balkon yang memiliki view cukup luas.
Masjid Jami’
Tak jauh dari keraton, terdapat masjid Sultan Syarif
Abdurrahman atau yang sering disebut masjid Jami’, masjid tertua di Pontianak
yang menjadi salah satu bangunan yang menjadi awal mula berdirinya kota
Pontianak, hingga saat ini masjid tersebut masih digunakan seperti masjid pada
umumnya.
Kampung Beting adalah kampung yang mayoritas dihuni
oleh orang-orang dari suku Melayu. Beting dalam bahasa setempat artinya rumah
yang mengambang, dulunya rumah-rumah disana benar-benar mengambang di atas
sungai, namun saat ini sudah dipondasi dengan semen. Kampung ini mendapat citra
negatif oleh warga Pontianak, tapi ketika bersama bang Herfin, mereka yang tampak garang-garang cukup ramah dan bisa mengubah persepsi negatif tentang kampung Beting. Di kampung ini juga ada salah satu rumah yang dijadikan media untuk berkarya dengan mural yang menggambarkan kehidupan warga di sekitar Kapuas. Dari
kampung inilah kami akan naik sampan untuk kembali menyeberangi sungai Kapuas.
Usai menyeberangi Kapuas kami mengisi perut di warung makan Mak Etek yang lokasinya di pasar tengah, pasar yang menjual barang-barang bekas. Di warung ini tersedia berbagai jenis olahan ikan nan lezat. Kalau
disini jangan kaget ya kalau pelayannya teriak-teriak.
Setelah perut terisi, kami lanjut dengan minum kopi di warung kopi Aming dan hujan turun cukup deras ketika kami sampai disana. Warga Pontianak memiliki kebiasaan meminum kopi,
maka dari itu tak heran banyak warung kopi berjejeran di kota khatulistiwa ini. Warung yang terletak diantara pemukiman warga ini selalu dipenuhi warga Pontianak mulai dari kaum muda
hingga tua.
Hujan yang reda siang itu menjadi pertanda bahwa
kami harus kembali ke gang Gadjah Mada 9 dan mengakhiri tur bersepeda di tepi
Kapuas ini. Ya, sungai Kapuas benar-benar punya cerita, mulai dari soal sejarah,
sosial hingga kulinernya.
Ini video dokumentasinya
Ini video dokumentasinya
Thanks partisipasin artikelnya utk Pontianak
ReplyDeleteYap sama sama
Delete