Langit Pantai Selatan dalam Jogja Air Show



Ada banyak hal yang membuat saya bersyukur bisa berkuliah di Yogyakarta. Banyak sekali acara-acara menarik yang tidak ada di daerah lain, baik itu kegiatan kebudayaan maupun acara-acara lainnya. Hal itu tentu menjadi keuntungan bagi saya yang memang hobi fotografi. Salah satu acara yang rutin diadakan di Jogja adalah Jogja Air Show. Acara ini menjadi ajang unjuk gigi bagi berbagai cabang olahraga kedirgantaraan, mulai dari paramotor, paralayang, gantole hingga atraksi pesawat TNI AU.

Tahun 2018 ini, Jogja Air Show diadakan di 4 titik daerah pantai selatan, yaitu di bukit Watu Gupit, pantai Parangtritis, Parangkusumo dan landasan pacu Depok sebagai pusat kegiatannya. Acara ini sengaja diadakan pada awal tahun untuk mensiasati rendahnya kunjungan wisatawan pada bulan-bulan ini.

Ketika matahari pagi masih malu-malu dibalut awan gelap, saya sudah sampai di bukit paralayang Watu Gupit. Hanya ada beberapa pasang muda-mudi yang duduk bersantai dalam hening menikmati sejuknya angin pantai. Tidak lama kemudian tampak seseorang yang menggendong tas besar menuju bukit di mana saya berdiri saat itu, diikuti dengan seorang warga yang membawa sebuah benda besar dan panjang di atas kepalanya. Ternyata benda yang dibawa itu adalah seperangkat gantole yang nantinya digunakan untuk terjun ke pantai Parangtritis.

Satu per satu atlet gantole lain berdatangan diikuti warga sekitar yang diberdayakan menjadi porter yang membawakan alat mereka. Porter-porter ini dalam sehari bisa beberapa kali bolak-balik mendaki Watu Gupit sambil membawa beban yang cukup berat.


"Gantole sama paralayang jangan terbang dulu", kata seorang panitia yang terdengar melalui HT.

Ternyata di atas pantai Parangkusumo, sedang beterbangan puluhan paramotor. Selain perhitungan angin yang tepat, olahraga ekstrim ini tentu membutuhkan koordinasi yang baik pula dengan orang-orang yang berada di lokasi pendaratan.

Awan gelap mulai tersibak dan langit pantai selatan pun menjadi biru. Puncak Watu Gupit semakin dipenuhi pula oleh atlet-atlet paralayang dari berbagai daerah di Indonesia dan ada juga warga mancanegara yang akan ikut terjun dengan gantole. Penerbang gantole pertama akhirnya diizinkan terjun dari puncak dan melayang-layang di atas pemukiman warga. Bayangannya yang besar terlihat menimpa pasir pantai dan akhirnya berhasil mendarat walaupun tidak tepat di target pendaratan. Olahraga gantole ini selain mengandalkan angin, juga menggunakan gerak tubuh untuk mengontrol arahnya. Begitu pemain sebelumnya sudah dipastikan mendarat, pemain gantole selanjutnya pun terjun dan begitu seterusnya.


Di sana saya bertemu Damar, adik tingkat saya di perkuliahan yang akan ikut serta dalam paralayang. Dia bercerita bahwa dirinya sudah menekuni paralayang sejak 9 tahun yang lalu. Dalam setahun dirinya bisa melakukan kurang lebih 50 jam penerbangan. Sekali terbang biasanya menghabiskan waktu antara 30 menit hingga satu jam. Tak lama berbincang, dirinya pamit untuk mempersiapkan parasutnya.

Sedikit ke sisi timur dari posisi take off gantole, sudah bersiap atlet-atlet paralayang. Mereka pun mulai terjun bergantian, termasuk Damar. Pantai selatan yang berlangit biru saat itu semakin berwarna dihiasi oleh para penikmat ketinggian yang terbang silih berganti.

Dari Watu Gupit, saya dan dua teman pindah ke landasan pacu Depok untuk menyaksikan sajian lain dari rangkaian Jogja Air Show 2018. Ternyata jalan menuju ke sana macet cukup panjang, mulai dari kawasan gumuk pasir hingga lokasi utama JAS. Dari kemacetan itu pula saya melihat sekilas atraksi pesawat-pesawat dari Jupiter aerobatic team terbang rendah di atas landasan Depok. Sayangnya begitu saya sudah sampai lokasi, atraksi selesai dan pesawatnya pun sudah terbang entah ke mana. Hanya ada helikopter Collibri di ujung landasan dan beberapa personil tampak sedang menyiapkan helikopter tersebut.

Kerumunan pengunjung terlihat bergerombol merapat dengan jalur landasan dan lainnya mendekat ke helikopter. Tidak lama kemudian petugas dari TNI AU memerintahkan pengunjung untuk berada di luar barikade. Mesin helikopter dinyalakan, baling-baling pun mulai berputar menghasilkan angin yang cukup kencang. Begitu helikopter mulai terbang perlahan, pasir pantai di sekitar landasan beterbangan dan para pengunjung termasuk saya seketika berlarian untuk menghindari debu masuk ke mata. Helikopter terbang rendah ke ujung landasan dan akhirnya melesat jauh ke barat.


Acara kemudian dilanjutkan dengan penerbangan berbagai layang-layang dengan beragam bentuk, mulai yang sederhana hingga 3 dimensi berbentuk gerobak angkringan. Ada pula yang berkerumun menyaksikan pesawat mini akan diterbangkan oleh pilot dari komunitas aeromodelling. Teriknya siang itu ternyata tidak menghalangi para pengunjung untuk menikmati rangkaian acara JAS 2018, bahkan menjadi berkah bagi warga sekitar yang mencari rizki sepanjang acara itu.

Comments

Popular Posts